Wednesday, May 30, 2007

Kolom Kesehatan

Toksin Sumber Penyakit

MAKANAN adalah sumber energi. Namun tidak semua makanan atau minuman berubah menjadi tenaga atau daging, melainkan ada yang tersisa berupa ampas atau kotoran.

Menurut penelitian sebagian ahli nutrisi, sekitar 70% penyebab orang sakit bersumber dari makanan dan minumannya. Kotoran yang kita buang setiap hari tidak 100% keluar, tapi ada yang tersisa dan menempel didinding usus. Jika sisa kotoran yang menempel didinding usus tadi hanya selama satu- dua hari, tidak berdampak terhadap kesehatan. Namun, jika menempelnya selama 10, 15, atu 20 tahun lebih, maka dia akan berubah menjadi racun yang menyebar keseluruh organ tubuh yang lain. Racun atau toksin ini merupakan sumber berbagai macam penyakit.

Bagaimana kita membuktikan sisa kotoran yang menempel di dinding usus setelah membusuk dan berubah menjadi racun lalu menyebar keseluruh organ tubuh yang lain?

Misalnya, kita tidak pernah menggosok gigi selama satu tahun, kira-kira apa yang akan terjadi? Gigi yang keras itu bisa hancur. Sisa-sisa makanan yang membusuk dan berubah menjadi bakteri akan merusak gigi.

Contoh lain, ketika seseorang sakit gigi, pergi ke dokter dan diberi ponstan atau obat gigi yang lain, lalu obat itu diminum. Beberapa jam kemudian rasa sakitnya hilang, padahal obat gigi tadi masuk ke dalam perut. Ini membuktikan, ada hubungan antara gigi dengan usus.

Sepanjang diding usus kita terdapat simpul-simpul syaraf yang berhubungan ke seluruh organ tubuh yang lain. Jika toksin yang ada didinding usus ini mengalir ke jantung, paru-paru, kulit, otak, dan organ tubuh yang lain, akan mengganggu kualitas kesehatannya. Penyakit kanker juga sumbernya dari dalam usus. (Kisnanto).*

NOTES!
1. Kekurangan utama naskah Anda adalah “logika bahasa”, masalah titik-koma, dan struktur kalimat. Contoh: “sekitar 70% penyebab seseorang itu sakit disebabkan oleh apa yang dimakan dan minum”. Bandingkan: “sekitar 70% penyebab seseorang itu sakit adalah apa yang ia makan dan minum”, atau “sekitar 70% penyebab seseorang terkena penyakit kit disebabkan oleh apa yang dimakan dan minum..
2. Jangan gunakan kata “dan” di awal kalimat. Pasalnya, “dan” adalah kata sambung.
3. Judul naskah di atas apa? Cuma ada keterangan “kolom kesehatan”. Judul di atas saya yang buat, mudah-mudahan pas.
4. Jangan ada “tanda baca ganda”, misalnya tanda tanya dibarengi titik atau koma. Dalam naskah di atas sudah saya hilangkan.
5. Gunakan kalimat efektif dan ekonomis (hemat). Contoh, “semua apa yang kita makan dan minum”, bisa diubah menjadi “semua yang kita makan…”, “Apa” bisa dihilangkan. “Sumber dari berbagai macam…” diubah menjadi “Sumber berbagai …”.
6. Maaf sekali, sekitar 30% naskah Anda saya edit/cut.
7. Jangan lupa, sebutkan sumber tulisan.
8. Keep writing! (Romel).*

Saturday, May 26, 2007

Kontroversi Pornografi dan Pornoaksi

Oleh Syarief Hidayat

APA yang menjadi topik pembicaraan hangat akhir-akhir ini? Jawabannya bisa macam-macam. Salah satunya adalah Rancangan Undang Undang Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Pro-kontra terus mewarnai pembahasan RUU ini di DPR.

Rubrik Parodi harian Kompas edisi Minggu, 5 Februari 2005, mengutip tulisan Jim Supangkat di Majalah Tempo. Dikatakan, sudah bisa dikategorikan sebagai pornoaksi bila memperlihatkan bagian tubuh yang bisa merangsang atau timbulnya birahi. Hal ini akan menjadi sulit karena persepsi orang tentang sex atau sexy itu berbeda-beda. Bila ada perempuan di mal memakai baju ketat sampai kelihatan pusarnya, ditambah celana dengan pinggang rendah, orang akan melihatnya sebagai sesuatu yang wajar, karera toh sekarang trend-nya seperti itu. Tapi mungkin orang lain melihatnya dengan melotot, sambil deg-degan dan napas memburu.

Seorang teman pernah bercerita, sewaktu liburan Pantai Kuta, Bali, ia melihat turis-turis asing yang berpakaian minim, bahkan kadang-kadang topless, dengan perasaan biasa-biasa saja. Tetapi anehnya, waktu melintas seorang perempuan berpakaian pantai yang cukup tertutup, tetapi dengan belahan paha yang cukup tinggi, dia merasakan "sensasi seksual".

Di bidang olahraga, banyak atlet yang harus buka baju, seperti renang. Apakah atlet renang akan bisa berprestasi bila harus menggunakan baju yang menutup tubuhnya dan tidak kelihatan lekuk tubuhnya seperti daster? Itu pun akan tetap jadi masalah karena bila masuk ke air maka lekuk tubuh tetap saja akan "tercetak". Bagaimana pula dengan atlet voli pantai, apa harus menggunakan daster juga? Yang paling ekstrem tentu saja binaraga, apa harus pakai baju kaus, taruhlah seperti atlet sepak bola? Sepertinya mengada-ada. Tapi ini juga harus dipikirkan, jangan sampai jadi pengecualian karena akan muncul juga pengecualian yang lain, seperti peragaan busana, pesta dansa, wilayah pantai, sebagai seni, sampai sunatan masal.

Sepertinya, isu pornografi dan pornoaksi ini mengarah kepada wanita sebagai objek. Bagaimana dengan laki-laki? Kaum hawa pun memiliki rangsangan seksual seperti halnya laki-laki. Jika umumnya laki-laki memandang bagian tubuh tertentu sebagai daya tarik seks, kaum wanita jauh lebih kompleks. Seorang teman pernah dikejar-kejar perempuan yang menganggap perut buncitnya seksi. Seandainya RUU APP disahkan, teman saya itu harus ikut program sedot lemak, seperti Titi DJ, kalau tidak mau dianggap porno.

Yang juga menjadi pertanyaan, siapa yang berhak menangkap pelanggaran UU APP. Polisi? Sekarang saja masih banyak kasus yang belum terpecahkan. Satpol PP? Bisa-bisa timbul keributan lagi seperti kasus penggusuran. Apa anggota dewan saja? Belum lagi mental aparat kita yang mudah kena suap.

Sisi positif dari RUU APP tentu ada, milsanya menghindari pelecehan seksual, tetapi esensi permasalahannya belum mengena. Jika tujuannya adalah sikap moral sebagai orang timur, kenapa sekarang banyak ATM Kondom? Gaya hidup, terutama di kota-kota besar, pun sudah berubah. Kita bisa melihatnya di berbagai media bagaimana “kehidupan malam” berlangsung di kota-kota besar di Indonesia. Belum lama ini, kita dihebohkan dengan berita dari sebuah SMU di Cianjur. Sejumlah muridnya beradegan syur waktu jam istirahat. Ini menambah daftar panjang "film biru lokal" karya anak bangsa. Apakah RUU APP cukup untuk membenahi kondisi moral bangsa?

Di TV akhir-akhir ini kita melihat operasi penangkapan penjual koran, majalah, dan VCD porno. Mungkin ini didukung dengan adanya pembahasan RUU Pornografi dan Pornoaksi. Tetapi yang mengherankan, yang ditangkap adalah penjual yang berpenghasilan relatif kecil sekedar untuk menghidupi keluarga. Kenapa tidak pembuat VCD porno atau kenapa koran yang dianggap memuat pornografi tersebut ditutup atau setidaknya dipanggil ke DPR?

Bicara soal moral bangsa, tentunya akan bicara pula soal pemimpin dan pemerintahan negara, termasuk di dalamnya anggota dewan yang terhormat itu. Masalah good governance sampai sekarang masih dalam taraf wacana, belum ada perubahan yang signifikan. Sebelum muncul RUU APP ini, masalah yang hangat dibahas adalah impor beras. Rencana untuk menggunakan hak interpelasi akhirnya kandas oleh voting. Harga beras sampai saat ini pun masih tinggi, padahal sudah masuk musim panen ditambah dengan masuknya beras impor. Harusnya tujuan untuk menekan harga beras berhasil dicapai.

Masalah yang satu belum beres sudah bikin masalah baru. Masih segar dalam ingatan kita, tentang studi banding judi ke luar negeri yang sampai sekarang belum kelihatan hasilnya. Isu percaloan sepertinya menguap begitu saja. Bahkan, rakyat sepertinya harus siap-siap lebih mengencangkan ikat pinggangnya. Setelah kenaikan BBM dan akhirnya gas, sekarang tarif dasar listrik pun akan ikut naik. Masyarakat tentu tahu masalah yang dihadapi pemerintah, tapi tentunya berharap kebijakan dibuat sebijaksana mungkin dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin terjadi. Hal itu juga disertai dengan sikap pejabat yang rendah hati. Rakyat hanya ingin kebijakan yang pro rakyat. Memang sampai saat ini belum pernah ada survey yang mengukur tingkat kepuasan publik atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Seyogianya pemerintah mulai memikirkan untuk melakukan survei semacam ini sebagai salah satu alat evaluasi.

Sejalan dengan niat baik Presiden RI mengenai penghematan sumber daya negara, apakah tidak masuk akal dibuatkan undang-undang efesiensi penggunaan sumber daya negara, termasuk penggunaan dana negara. Berapa banyak uang negara yang digunakan untuk studi banding judi? Apa tidak ada jalan lain yang lebih efesien ? Misalnya memanfaatkan internet.

Belum lagi kendaraan dinas seperti kendaraan dinas KPU yang masalahnya belum beres sampai sekarang. Apa tidak lebih baik kendaraan dinas untuk pejabat, seperti menteri, anggota dewan, dan KPU itu jenis minibus sehingga bisa untuk delapan orang sekaligus. Dengan demikian, bisa mengurangi kemacetan, biaya BBM, dan sepanjang perjalanan menuju kantor bisa berdiskusi masalah yang sedang dihadapi, sekaligus meningkatkan rasa persaudaraan.

Masih sering dirasakan oleh rakyat kebijakan atau undang-undang yang dibuat bertentangan dengan keinginan rakyat banyak. Apakah RUU ini mewakili aspirasi rakyat banyak atau aspirasi pihak tertentu saja. Kita lihat saja perkembangan di dewan kita juga tidak bisa serta-merta menyalahkan mereka karena mereka adalah pilihan kita juga. Seraya berharap mudah-mudahan anggota dewan itu merasa kalau mereka itu wakil rakyat, seperti kata Iwan Fals, “Wakil rakyat seharusnya merakyat…” (Penulis, Anggota BATIC XV).*

NOTES!
1. Naskah di atas diedit "alakadarnya", silakan bandingkan dengan naskah asli. Ada beberapa kalimat dan paragfar yang saya hapus karena kurang relevan dan redaksional yang "kacau".
2. Tulisan tidak fokus, bahkan jadi melebar, mungkin bisa dibilang "melantur" ke mana-mana. Mestinya fokus saja membahasa RUU APP dan kemukakan pendapat pribadi penulis.
3. Anyway, good job and keep training! (Romel).*

Wednesday, May 23, 2007

Uji Nyali

Oleh Syarief Hidayat

SEBUAH pesta selalu menyisakan cerita. Resepsi pernikahan Ceu Eti, tetangga sebelah rumah, jadi bahan cerita sekampung, cuma gara-gara makanannya keburu habis, padahal tamu yang datang masih banyak. Menurut salah seorang panitia, makanan yang disediakan untuk sekitar 500 undangan. Omongan tetangga tidak dihiraukan oleh Ceu Eti dan panitia yang terlibat didalamnya. Toh omongan mereka lama-lama berhenti sendiri karena bosan dan Ceu Eti tidak perlu mempertanggungjawabkannya.

Demikian pula pesta demokrasi. Namun KPU sebagai penyelenggara Pemilu, apakah harus bersikap sama dengan Ceu Eti, tidak menghiraukan omongan orang tentang "kekacauan" dalam Pemilu lalu?

Konon, anggota KPU bergaji gede. Dapat mobil mewah pula. Harusnya 'kan kalau haknya sudah diberikan, maka kewajiban akan dilakukan dengan lebih giat. Apalagi menurut teori, harusnya laksanakan dulu kewajiban, baru minta hak.

Seorang teman pernah bertanya, kalau KPU-nya bekerja gak bener, apakah anggota legislatif yang terpilih juga gak bener. Sulit memang mencari korelasi antara penyelenggara pemilu dengan kualitas anggota legislatif yang terpilih. Tapi yang jelas, kita bisa menilai kinerja anggota dewan legislatif yang lalu, apakah sesuai dengan apa yang dijanjikan waktu kampanye. Rupanya, teman saya belum puas dengan jawaban yang saya berikan, lalu ia berkata lagi, “Anggota dewan aja yang disumpah dengan mengatasnamakan Tuhan masih melanggar, apalagi kalau tidak disumpah.”

“Ya, mungkin mereka berpikir, Tuhan pun bisa dibohongi seperti rakyat.”
“Gimana kalau sumpahnya pakai sumpah pocong?”
Saya kaget dengan perkataannya yang terakhir.
“Maksud kamu ….?”
“Ya kalau sumpahnya dilanggar jadi pocong. Jadi nanti tidak usah jauh-jauh kalau mau bikin tayangan misteri di TV, cukup ke Senayan.”
“Wah bisa ngadain uji nyali nih…..”

Saya belum menyelesaikan kalimat keburu teman saya menukas, “Betul kita bisa mengadakan uji nyali!”
“Ya ikutan rapat sama pocong…”
“Bukan itu maksud saya.” Teman saya melanjutkan, “Siapa yang berani menjadi anggota dewan legislatif atau pejabat publik dengan syarat mendahulukan kepentingan orang banyak, tidak mau korupsi, antisuap, anti-KKN, dan tidak minta gaji gede….”

Saya pusing mendengar omongan teman yang berputar-putar ini apalagi harus memikirkan apa masih ada orang seperti itu di negeri ini. (Syarief Hidayat, Anggota BATIC XV, No. Anggota 04032).*

NOTES!

  1. Nilai B+ buat artikel Bapak di atas. Belum dapat A, Pak, karena masih ada kekurangan mendasar. Nilai plusnya, Bapak sudah membuat artikel ringan (feature) yang menarik dan mengalir, meski temanya berat, soal politik. Introduksinya bikin penasaran pembaca, meski pembaca harus kecewa karena inti ceritanya --kekacauan Pemilu dan KPU, tidak dijelaskan.
  2. Lead tulisan Bapak saya edit total, hasilnya seperti di atas. Dalam naskah asli, Bapak tampaknya menggunakan dua jenis lead sekaligus, tapi tidak pas. Soal "pesta yang menyisakan cerita", itu lead analogi, yakni analogi antara pesta pernikahan dan pesta demokrasi. Soal sikap Ceu Eti dan KPU, Bapak terjebak pada lead kontradiksi --sikap KPU tidak bisa seperti Ceu Eti.
  3. Kasus Ceu Eti jelas, kekurangan makanan. Tapi dalam kasus pesta demokrasi, Bapak tidak menjelaskan, ada apa dengan Pemilu? Apa yang tidak benar dengan KPU?
  4. Coba simak lagi naskah aslinya dan bandingkan dengan naskah yang sudah diedit di atas. Tapi secara umum, setelah edit besar pada bagian awal, saya cuma nambah titik-koma dan sedikit perbaikan kata/kalimat.
  5. Anyway, what a great start! Keep Writing! (Romel).*

Monday, May 21, 2007

ISLAM HARUS AMBIL PERAN

BARAT SUDAH MELEMAH, ISLAM HARUS MENGAMBIL PERAN
Oleh Rendroko Bhuwono

Keadaan dunia sudah berubah, maka dari saat ini marilah kita untuk memulai berancang ancang meninggalkan kebudayaan barat, karena kejadian 11 September 2001, merupakan tanda akan perubahan itu. Asumsi ini menunjukkan bahwa deari segi keamanan di Amerika Serikat berada pada Anti Klimaks. Ditambah adanya kekhawatiran Barat terhadap program nuklir Iran, bukan senjata nuklir Iran. Dan situasi di Irak yang tidak kunjung reda, ini dapat disimpulkan bahwa Amerika Serikat dan Inggris tidak mampu menguasai keamanan di Irak.

Peran Islam yang harus dikedepankan adalah bagaimana kita sebagai ummat manusia mampu melawan hawa nafsu, coba kalau kita lihat riwayat Rasulullah Saw, kita sudah selesai perang lahir, namun kita masih harus perang melawan batin kita, sebagai contoh serangan bom di Pulau Bali, ini merupakan gambaran kalau kita sangat lemah dalam perang melawan hawa nafsu, hal ini dikarenakan hawa nafsu membunuh manusia telah mendominasi manusia, hal ini dibanding upaya menyelamatkan manusia itu sendiri.

Sebetulnya negara paling demokrasi di dunia tidak ada. Mayoritas orang barat merasa dirinya yang paling demokrasi, tetapi sebenarnya itu tidak sesuai / tidak dapat dibenarkan, dengan alasan adanya diskriminasi ras yang masih selalu dipertahankan, hal ini merupakan perilaku dilematis untuk suatu dunia yang semakin transparan. Isu demokratisasi yang dijual oleh Barat agar lebih eksis di masyarakat dunia sangat naif, tidak membumi, bahkan negara barat yang ada sekarang sudah jauh dari humanisme, karena lebih kelihatan menindas negara Muslim. Penduduk Muslim diadu domba, sesuatu yang harus kita akui, karena mayoritas Ummat Islam tidak mau segera mengetahui perannya.

Peristiwa 11 September 2001 yang dilanjutkan dengan Bom Bali 1 serta penyerbuan Amerika Serikat dan sekutunya ke Irak tahun 2003, merupakan peristiwa yang harus dicermati oleh Ummat Islam sebagai pendiskreditan dan penekanan terhadap eksistensi Ummat Islam. Ditambah penangkapan terhadap orang yang diduga teroris di penjara Guantanamo dan penjara lain yang tidak memiliki standar Hak Asasi Manusia.

Marilah kita melihat celah yang ada untuk memberi kekuatan terhadap eksisitensi Ummat Islam, karena kalau dilihat peristiwa yang terjadi di Irak, yaitu pengalihan isu kepemilikan Saddam Husein terhadap Senjata Pemusnah Massal menjadi perang saudara di Irak, kalau dihitung sudah berapa banyak darah yang tumpah di Irak, tanpa dapat diketahui kapan akan berakhir. Siapa yang bertanggung jawab akan kematian-kematian Ummat Islam ini, apakah Presiden Amerika Serikat George Bush atau Pemimpin Milisi atau Presiden Irak atau Ummat Islam secara keseluruhan.

Sehingga kalau dilihat situasi di Irak saat ini bila dibandingkan dengan saat Saddam Husein maka akan disimpulkan lebih berdarah bahkan dibanding saat perang dengan Iran tahun 1982 – 1988, hal itu bisa dilihat dari jumlah pengungsi yang meninggalkan negara Irak saat ini jauh lebih besar. Seharusnya kebijaksanaan atas Irak sangatlah dilematis ketika penghukuman gantung terhadap Saddam Husein seharusnya tidak boleh dilaksanakan karena hal itu, yang membuat situasi yang memburuk saat ini. Kebijaksanaan tentara Amerika yang menyerahkan Sadaam Husein kepada pengadilan Irak untuk menghukum mati Saddam Husein, sebagai hal yang tidak bisa diterima akal karena dianggap Amerika Serikat, berniat menghancurkan Simbol pemimpin Ummat Islam.

Kalau kita melihat Pangeran Diponegoro saat di tangkap dan dibuang oleh Belanda ke Menado yang mayoritas Kristen, bermaksud agar Ummat Islam Jawa kehilangan Simbol pemimpin Islamnya. Sehingga proses kristenisasi dikalangan kraton-kraton Jawa dapat berjalan lancar oleh Belanda. Ini sebagai contoh keadaan yang ada di Irak saat ini, Simbol itu telah dibunuh untuk memberikan keleluasaan dalam menekan Ummat Islam. Kita semua akan memegang prinsip bahwa yang salah pastilah akan kalah dan yang benar pastilah akan menang.

Siasat simbol dibunuh untuk menghilangkan pengaruh adalah suatu kesalahan yang sangat besar karena dunia saat ini sudah transparan, dan akan menilai kalau barat sudah berbuat keliru. Pertama, kebijaksanaan terhadap Israel merupakan kesalahan Barat yang paling utama dan paling tidak bisa diterima oleh seluruh Ummat manusia. Dimana barat telah mengajarkan cara berperilaku yang kurang benar. Seharusnya ummat Islam jangan terbawa emosi, mengikuti perilaku ini karena hal ini akan berakibat adanya boomerang terhadap Ummat Islam sendiri. Sebagaimana halnya kejadian 11 September 2001, yang oleh dunia sebagai suatu hal yang tidak bisa ditangkap oleh nalar. Bila itu dilakukan oleh Osama Bin Laden maka sebenarnya Amerika Serikat dan sekutunya termasuk Israel sudah kalah. Reruntuhan Amaerika sudah ada dipelupuk mata, masyarakat dunia sudah harus mulai ancang-ancang akan tata dunia baru. Dimana kita akan dihadapkan oleh segolongan manusia yang saling balas dendam, ini akan sangat berat bila ditinjau dari kehendak Allah atas diturunkannya Al Qur’an, guna memberi rahmatan lilalamin. (Rendroko Bhuwono, Anggota BATIC XV).*

NOTE!
1. Naskah artikel harus selalu disertai nama pengarang di bawah judul, sebagaimana sudah saya cantumkan di atas.
2. Cermati kesalahan ketik dan tanda baca.
3. Gunakan kalimat-kalimat pendek agar mudah dicerna.
4. Perhatikan juga "logika bahasa" dan struktur kalimat.

5. Pembahasan tidak sistematis, acak-acakan, dan ide utama ditemukan dalam judul, tapi pembahasannya kurang relevan dengan judul. Pembaca dibuat bingung, sebenarnya apa yang hendak dikemukakan penulis?
6. Mungkin terlalu banyak ide utama, atau ide utamanya loncat-loncat dan tersebar di berbagai paragraf.
7. Rapikan dengan sistematika berikut (berdasarkan paparan di atas): (1) Kelemahan Budaya Barat (apa saja?), (2) Permusuhan Barat terhadap Islam (bagaimana dan kasusnya apa saja?), (3) Saatnya Islam Ambil Peranan (konkretnya bagaimana? Pemberlakuan syariat Islam, pendirian khilafah Islam, penyatuan dunia Islam, atau apa?).
8. Anyway, Keep Writing dan Tetap Semangat! Coba lagi Pak ya… (Romel).*

Saturday, May 19, 2007

KIRIM TULISAN ANDA!

SEMUA anggota BATIC diundang mengirimkan tulisannya untuk diedit dan dimuat di sini. Tidak berlaku bagi non-anggota BATIC. Kirimkan ke: romeltea@yahoo.com dan cantumkan nama jelas serta nomor Anggota BATIC.

INI adalah bagian dari layanan dan follow up pelatihan BATIC sekaligus praktek. Naskah bisa berupa berita, artikel, feature, atau sekedar "surat pembaca". Nanya? Boleh juga, mangga, insya Allah diwaler... Diantos!

DENGAN menggunakan Kartu Anggota BATIC sebagai Press Card, Anda bisa meliput peristiwa layaknya wartawan, dengan catatan: PATUHI KODE ETIK JURNALISTIK dan JANGAN SALAHGUNAKAN profesi wartawan.*

PROFILE BATIC (Full Version)

BALAI Jurnalistik ICMI Jabar (BATIC) adalah lembaga otonom di bawah naungan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia Organisasi Wilayah Jawa Barat (ICMI Orwil Jabar) sebagai lembaga pendidikan dan pelatihan jurnalistik (media massa).

BATIC didirikan tahun 2001 oleh Komisi Pengembangan Media dan Informasi ICMI Jabar yang saat itu diketuai ASM. Romli alias Romel --Kini ASM Romli mejabat Ketua Divisi Pengembangan Media dan Informasi sekaligus Ketua BATIC.
BATIC dimaksudkan sebagai sarana pemberdayaan umat di bidang jurnalistik dan media massa --upaya untuk membuat umat "melek media" dan tidak menjadi korban media, bahkan harus menjadi subjek dalam bidang media massa.
BATIC sudah menggelar pelatihan untuk 15 angkatan (s.d. Mei 2007) dengan rata-rata peserta 40 orang per angkatan. Diklat Jurnalistik BATIC dikemas dalam format Majelis Ta'lim Jurnalistik (Majestik), tiap hari Sabtu, Pkl. 13.00-17.30 WIB, dalam 16 kali pertemuan (sekitar 2-3 bulan). Materi pelatihan meliputi semua hal tentang dunia jurnalistik dan media massa, mulai teknik reportase, teknik menulis berita-feature-artikel, bahasa jurnalistik, manajemen media, jurnalistik radio, editing, hingga kunjungan jurnalistik dan praktek pembuatan media (buletin). Instruktur pelatihan dari kalangan akademisi dan praktisi, seperti Dr. Asep S. Muhtadi, MA, Drs. AS Haris Sumadiria, Gede H. Cahyana, dan jurnalis dari berbagai media massa Bandung dan Jakarta (Kompas, Media Indonesia, Republika, Pikiran Rakyat, Tribun Jabar, Galamedia, Tabloid Alhikmah, dan sebagainya).
ASM. Romli alias Kang Romel bertindak sebagai "kyai" atau instruktur utama dalam Majelis Ta'lim Jurnalistik tersebut. (Profil lengkapnya, kunjungi: www.romeltea.blogspot.com ).
BATIC siap bekerjasama dengan pihak mana untuk menggelar Diklat Jurnalistik dan Kehumasan. Pihak BATIC sebagai penanggungjawab menangani kemasan/format pelatihan, silabus/materi pelatihan, dan instruktur. BATIC juga memiliki 'Bank Pemateri' atau database instruktur pelatihan jurnalistik dan komunikasi.

Bagi yang berminat menjadi anggota BATIC/peserta diklat jurnalistik BATIC, dapat menghubungi Sekretariat BATIC ICMI Jabar Jln. Dalemkaum 130-B Bandung Tlp. (022) 4263193.*