Thursday, June 28, 2007

Weblog BATIC Pindah ke WordPress!

Terimakasih atas kunjungan Anda. Weblog BATIC yang baru silakan klik http://www.baticnews.co.nr/ atau http://www.baticnews.WordPress.com/ . (ROMELTEA).*

Friday, June 15, 2007

Liputan: Museum Sribaduga

MUSEUM SRIBAGUDA BANDUNG
TENGGELAM DI TENGAH KERAMAIAN

Liputan Nda Imoet

SIANG itu, Selasa (5/6), saya bergegas menuju sebuah museum di Jln. BKR No. 185 Bandung. Museum itu tak lain adalah Museum Sribaduga. Sebuah wadah pelestari seni dan budaya masyarakat Jawa Barat (Jabar).

Museum Sribaduga didirikan 5 Juli 1980 sebagai museum negeri Provinsi Jabar. Awalnya, museum ini bernama Museum Negeri Propinsi Jawa Barat. Baru tahun 1990 resmi bernama Sribaduga

Nama Sribaduga sendiri diambil dari gelar Raja Padjajaran yang memerintah tahun 1417-1513 M, yaitu Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran. Nama ini diambil karena Sribaduga adalah sosok yang misterius. Konon, dia bisa menghilang dan sampai sekarang masih membuat orang penasaran. Cerita mengenai Sribaduga tertulis dalam prasasti batu tulis Bogor.

Koleksi barang di museum ini cukup banyak. Semuanya berjumlah enam ribu koleksi yang terbagi dalam 10 klasifikasi, di antaranya geologika, biologika, etnografi, arkeologika, historika, numistika/heraldika, filologika, keramologika, seni rupa, dan teknologika. Supaya pengunjung tidak merasa bosan, semua koleksi tersebut hanya 30% yang dipamerkan dan diganti setiap lima tahun sekali. Sisanya disimpan di gudang.

Setiap pengunjung akan memperoleh panduan dari seorang guide. Mulanya, kita akan diajak ke ruang auditorium, lalu ke tempat pameran tetap yang memang rutin dibuka setiap hari. Di sana kita bisa melihat beragam koleksi museum yang dipamerkan.

Dibandingkan dengan Museum Geologi yang notabene museum tertua di Asia Tenggara, Museum Sribaduga memang kalah pamor. Hal itu terlihat dari kurangnya pengunjung yang datang baik dari dalam maupun luar negeri.

Ada beberapa kendala yang menyebabkan hal itu terjadi. Walaupun letaknya di daerah perkotaan, namun akses jalan sulit dijangkau. Ramainya pedagang kaki lima yang berdagang di sekitar lokasi membuat museum ini sedikit tertutupi. Saya pun harus sedikit jeli ketika mencari letak museum ini.

Pemerintah juga rupanya kurang memperhatikan keberadaan museum ini. Dana yang dianggarkan untuk keperluan museum sangat minim. Maka tak heran kalau orang tidak banyak tahu keberadaan museum ini karena skurangnya sosialisasi kepada masyarakat.

Di samping itu, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sebuah museum membuat museum ini sepi pengunjung. Masyarakat kita lebih memilih pergi ke mall daripada ke tempat-tempat bersejarah. Anak-anak sekolah pun datang ke sini karena ada tugas sekolah.

Banyak sekali agenda yang harus dilakukan pemerintah untuk membuat museum ini ramai pengunjung. Selain harus mempromosikan museum ini ke daerah-daerah, pemerintah juga harus megajarkan masyarakat kita faham aksara Sunda (huruf Sunda) karena nama Sribaduga ditulis menggunakan huruf Sunda.

Museum Sribaduga mungkin hanya berisi benda-benda mati yang akan makin lapuk dimakan usia. Namun sejarahnya akan terus hidup sepanjang zaman jika manusianya sendiri mau untuk menghidupkannya. Dengan menyadari akan pentingnya sebuah museum, Sribaduga mungkin tidak akan tenggelam di tengah keramaian. (Penulis, Anggota BATIC).*

NOTE!
1. Bandingkan naskah di atas dengan naskah asli. Banyak editing kata-kata yang tidak perlu (mubazir).
2. Lebih cermat dalam memilih kata dan menyusun kalimat. Di naskah asli ada kalimat “yang cukup ternama, namun tak banyak dikenal orang”. Kumaha ieu teh, katanya cukup ternama, tapi tak banyak dikenal orang?
3. Juga ada kalimat “koleksi barang-barang”. Edit jadi “koleksi barang”. Kata “koleksi” sudah menujukkan jumlah lebih dari satu.
4. Setiap pengunjung yang datang. Kalimat “yang datang” buang. ‘Kan pengunjung itu artinya orang yang datang/berkunjung, ok?
5. Great! Keep writing! (Romel).*

Thursday, June 14, 2007

FEATURE ARTIKEL: Corat-Coret

Corat-Coret
Oleh Suryawan

DIKISAHKAN, ada keluarga muda yang baru dikaruniai seorang anak. Orangtuanya setiap hari sibuk bekerja sampai-sampai anak semata wayangnya tidak terperhatikan. Ita, bocah tiga tahun itu, setiap hari hanya ditemani Si Mbok, pembantu di rumah itu. Karena dikaruniai rezeki yang cukup melimpah, orangtua Ita membeli mobil baru. Pikirnya, mobil lama sudah ketinggalan zaman.

Pagi itu, orangtua Ita hendak pergi ke kantor, sengaja tidak menggunakan mobil barunya karena khawatir lecet atau rusak. Ita, bocah kecil, lagi senang-senangnya mencorat-coret. Ketika Si Mbok sedang menjemur pakaian di garasi, Ita sedang asyik menggambar di atas tanah dengan sebatang lidi. Tanpa disengaja ia menemukan paku. Maka paku itulah yang Ita gunakan membuat lukisan di atas tanah.

Setelah bosan di tanah, Ita berpikir, "Hmm.. alangkah bagusnya kalau aku buat lukisan di mobil hitam itu, nanti kalau papa dan mama pulang aku akan tunjukan lukisan bagusku ini, mama dan papa pasti senang," pikir bocah itu polos.

Singkat cerita, kedua orangtua Ita pulang. Mengetahui orangtuanya sudah datang, Ita menyambutnya dengan penuh antusias. "Papa... Papa, lihat lukisan Ita, bagus deh, Pa!" ucapnya sambil menarik tangan ayahnya.
Begitu terkejutnya sang ayah melihat mobil barunya penuh dengan coretan. Bukannya pujian yang Ita dapatkan melainkan hukuman dan bentakan. Yang pertama dimarahi adalah Si Mbok karena tidak bisa mengawasi anak. Setelah itu ia menghukum anaknya dengan memukul kedua tangan sang anak tak henti-henti. Pikirnya, kedisiplinan harus ditanamkan dari kecil.

Ita mengaduh, "Ampun , Pa! Sakit…sakit, ampun!" jerit Ita sambil menahan sakit di tangannya yang sudah mulai berdarah-darah. Si Ibu hanya diam, seolah-olah merestuai tindakan "penegakan disiplin" yang ditegakkan sang suami.

Puas "menghajar" anaknya, si ayah menyuruh Si Mbok membawa Ita ke kamar. Dengan hati teriris, Si Mbok membawa Ita. Sore hari, ketika dimandikan, Ita menjerit-jerit menahan pedih. Esoknya, tangan Ita mulai membengkak. Ayah ibunya tetap bekerja seperti biasa. Lama-kelamaan, tubuh Ita makin panas. Luka luka di tangannya tidak kunjung sembuh. Si Mbok melapor kepada ibu. Karena sibuknya, ibu hanya menyarankan, "Oleskan dengan obat saja dan beri obat penurun panas." ujarnya sambil segera pergi kerja tak sempat melihat kondisi anaknya. Setelah pulang kerja pun demikian. Karena lelah bekerja, mereka langsung beristirahat, seolah lupa di rumah itu ada anak yang harus diperhatikan.

Dari hari ke hari kondisi Ita bukannya membaik, tapi justru makin parah. Sampai suatu malam, Ita mengigau karena demam tinggi yang ia rasakan. Si Ibu mulai khawatir dan segera membawa Ita ke dokter. Hasil diagnosis dokter menyimpulkan, demam Ita berasal dari tangannya yang sudah infeksi dan busuk akibat luka-lukanya. Setelah seminggu diopname di sana, dokter memanggil ayah ibunya dan berkata, "Tiada pilihan lain untuk menyalamatkan nyawa Ita kedua tangannya harus diamputasi, tangannya sudah bernanah dan membusuk!"

Mendengar ucapan dokter, orangtua Ita bagai disambar petir. Dengan air mata berurai dan tangan bergetar, mereka menandatangani surat persetujuan amputasi anak yang paling dikasihaninya.

Setelah sadar dari pembiusan operasinya, Ita terbangun sambil menahan rasa sakit dan bingung melihat tangannya yang dibalut kain putih. Lebih kaget lagi, dia melihat kedua orangtua dan pembantunya menangis di sampingnya. Sambil menahan rasa sakit, Ita berkata kepada orangtuanya, "Papa… Mama, Ita tidak akan melakukan lagi… Ita sayang Papa, sayang Mama, juga sayang Si Mbok. Ita minta ampun sudah mencurat-coret mobil Papa!" Si ibu dan ayah makin menangis mendengar kata-kata Ita tersebut.

"Papa, sekarang tolong kembalikan tangan Ita, untuk apa diambil. Ita janji tidak akan melalukannya lagi. Bagaimana kalau nanti Ita mau main dengan teman-teman karena tangan Ita sudah diambil. Papa…Mama, tolong kembaliin, pinjam sebentar saja. Ita mau mencium tangan Papa, Mama, dan Si Mbok untuk minta maaf" (Disadur dari buku Setengah Isi Setengah Kosong).

KISAH nyata di atas menarik dicermati. Anak usia 1-3 tahun sebagian besar mengalami masa corat-coret, baik di tanah, dinding, maupun tempat lainnya. Menurut Ayi Suhartati, guru bimbingan dan penyuluhan di salah satu sekolah di kota Bandung, anak senang corat-coret di dinding merupakan pengembangan daya cipta anak dan sedang mengekspresikan dirinya. Biasanya mereka menggambar apa yang ada di benaknya dan apa yang pernah dipelajarinya.

Corat-coret merupakan pengembangan motorik dan kognitif anak. Orangtua yang bijak tidak memandang negatif masalah ini. Orangtua dapat mengarahkannya dengan menyediakannya tempat khusus, seperti kertas karton yang ditempel di dinding. Bahkan, ada orangtua yang memasukkan anaknya ke sanggar melukis.

Rasulullah Saw mencontohkan metode pembelajaran mulahadzah, yaitu pembelajaran dengan pengawasan. Orangtua cukup mengaping, mengayomi , dan mengarahkan anak kepada hal-hal yang positif. Selama anak tidak melakukan hal yang membahayakan, baik bagi dirinya maupun orang lain, orangtua tidak perlu melarang anak melakukan aktivitasnya.

Pengawasan yang superketat bahkan pelarangan tanpa alasan justru dapat mematikan daya cipta dan kreativitas anak. Anak pun bisa menjadi penakut, tidak mandiri, selalu bergantung kepada orang lain, tidak kritis, pendiam, atau pemurung. Tidak ada salahnya orangtua memberikan kebebasan kepada anak selama berada dalam kolidor kewajaran. (Suryawan, Anggota BATIC Angkatan XV).*

NOTE!
1. Perhatikan tanda baca, utamanya titik-koma. Tulisan feature biasanya berisi kalimat-kalimat pendek.
2. Cermati penggunaan kata/logika bahasa. Mis. "Menurut Ayi Suhartati, guru bimbingan dan penyuluhan di salah satu sekolah di kota Bandung berkata". Kalau sudah ada "menurut", jangan ada "berkata". Pilih: "Menurut Ayi …." atau "Ayi berkata…"
3. "Di" + tempat penulisannya dipisah: "di benaknya", "di tempat". "Di" + kata kerja penulisannya disatukan: "dipisahkan", "dipukul".
4. Orang tua dalam arti "ayah ibu" penulisannya disatukan: "orangtua", untuk membedakan dengan "manusia berusia tua" (orang tua, kebalikan orang muda).
5. Great! Bagus banget. Cuma butuh polesan editing sedikit. (Romel).*

Mengutip naskah yang dimuat di blog ini dibolehkan untuk kepentingan pendidikan dan aktivitas nonkomersial dengan menyebutkan penulis dan sumber http://baticnews.blogspot.com

Saturday, June 9, 2007

TANGGAPAN ANDA?

UNTUK menulis, seringkali kita butuh 'trigger', pemicu dan pemacu, sekaligus stimulus. Stimulan terbaik adalah dengan menjawab sebuah pertanyaan. Nah, untuk mengasah skill menulis, kali ini saya mengundang para anggota BATIC untuk membuat artikel pendek atau sekadar tanggapan atas pertanyaan di bawah ini:

Budayawan Mochtar Lubis pada 1970-an pernah mengungkap ciri-ciri manusia Indonesia. (1) Munafik atau hipokrit, (2) tidak bertanggung jawab, (3) berjiwa feodal, (4) takhayul, (5) berwatak lemah, (6) korup, dan (7) artistik. Tanggapan Anda?

Kirim ke romeltea@yahoo.com. Diantos! Komentar, tanggapan, atau tulisan Anda akan dimuat di blog kita ini setelah diedit. Terima kasih. (Romel).*

Friday, June 8, 2007

OPINI : HUTAN

Indonesia Juara Perusak Hutan
Oleh Syarief Hidayat

GUINESS Book of Record menobatkan Indonesia sebagai perusak hutan tercepat di dunia. Seperti diberitakan Tempo Interaktif, rekor tersebut akan dicatat dalam buku Guiness 2008 yang akan diterbitkan September 2007. Kerusakan hutan di Indonesia setara dengan 300 lapangan bola setiap jam atau setara 51 kilometer persegi per hari.

Sertifikat dari Guiness Book of Record ditujukan untuk publik Indonesia agar lebih mengerti kondisi hutan Indonesia. Menurut juru kampanye Green Peace Asia Tenggara, Hapsoro, pihaknya tidak secara khusus memberikan sertifikat itu pada pemerintah atau pihak mana pun. “Tapi kami mau memberikan ini pada masyarakat agar lebih tahu kondisi sesungguhnya di wilayah hutan Indonesia,” katanya seperti dikutip Sinar Harapan.

Kerusakan hutan Indonesia disebabkan oleh pembalakan liar, illegal loging, dan kebakaran hutan. Kebakaran hutan bahkan disengaja oleh perusahaan perkebunan. Kabut asap akibat kebakaran hutan terjadi bebarapa tahun belakangan. Kabut asap ini tidak hanya menjadi masalah di Indonesia saja, tetapi negara-negara tetangga juga ikut menanggung getahnya.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah sepertinya belum membuahkan hasil optimal. Salah satu sebabnyam, upaya pelestarian alam lebih cenderung pada bentuk seremonial, seperti penanaman pohon. Sedangkan penegakan hukum atas pembalakan liar (illegal loging) masih sangat minim.

Masih Ada Yang Peduli
Di tengah keprihatinan akan diraihnya “prestasi” sebagai juara perusah hutan, kita mengapresiasi upaya masyarakat adat Toro, Sulawesi Tengah. Dengan kearifan laku dan sikap hidupnya, mereka mampu mengelola dan melestarikan hutan di sekitanya (Kompas, 1 Mei 2007).

Desa Toro bahkan sering dijadikan contoh dalam seminar nasional dan internasional tentang pengelolaan hutan. Hutan, menurut orang Toro, merupakan amanah dari Tuhan sehingga perlu dilestarikan untuk kepentingan generasi berikutnya.

Lembaga Adat Toro membuat larangan dan cara pemanfaatan hutan. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenakan sanksi berupa denda. Sanksi terberat berupa denda tujuh ekor kerbau atau sapi, ditambah 70 dulang (tempayan) dan 70 helai kain. Untuk menjamin aturan adat tersebut dipatuhi, Lembaga Adat membentuk Tondo Ngata Toro, semacam polisi adat. Oknum pembalakan hutan lebih takut pada polisi adat ini daripada polisi hutan atau anggota Polri karena polisi adat tidak segan-segan menyeret pelanggar ke pengadilan adat.

Apa yang dilakukan Fachrrurazi Ch. Malley (Rajidt) lain lagi. Rajidt, seperti dimuat dalam situs Ashoka.or.id, membentuk komunitas untuk mencegah perusakan hutan. Menurutnya, komunitas hutan dapat berperan penting dalam menjaga hutan, khususnya menghambat praktek pembalakan liar.

Bersama pemerintah, kalangan bisnis, dan organisasi sektor swasta, komunitas harus bertindak sebagai pemegang kepentingan utama dalam pengelolaan hutan. Dengan mengajarkan komunitas untuk menjadi penyelidik khusus, Rajidt membantu mereka menjaga akses dan kendali terhadap sumber daya hutan mereka.

Bersama Yayasan Lesuser Lestari (YLL) Rajidt mengembangkan modul penyelidik hutan. Penyelidik hutan ini bertugas untuk mengumpulkan data kerusakan hutan, lalu melaporkannya kepada instansi terkait. Laporan juga diberikan kepada media massa untuk membuat tekanan publik.

Kerusakan hutan adalah masalah kita bersama. Dampak kerusakan hutan bisa dirasakan secara langsung seperti longsor, banjir, dan sebagainya. Apakah kita hanya menonton hutan kita rusak atau ikut aktif menanggulanginya?*
NOTE!
1. Sebaiknya atribusi mendahului nama. “Hapsoro, juru kampanye Green Peace Asia Tenggara” baiknya jadi “Juru kampanye Green Peace Asia Tenggaram, Hapsoro”.
2. Berita tidak boleh dicampur dengan opini (pendapat penulis). Karena sarat opini, naskah di atas saya jadikan artikel opini dan tak perlu dateline.
3. Kalau sumber-sumber naskah sudah disebutkan dalam tubuh tulisan, tidak perlu disebutkan di akhir naskah “dari berbagai sumber”.
4. “Hanya menonton saja”. Sebaiknya “hanya menonton” atau “menonton saja”.
5. Over All, naskah Bapak sudah bagus, great! Hanya butuh sedikit polesan editing redaksional. Bandingkan dengan naskah asli.
6. Keep writing! (Romel).*

Naskah-naskah di blog ini milik Balai Jurnalistik ICMI Jabar (BATIC). Boleh dikutip untuk kepentingan pendidikan dan aktivitas nonkomersial dengan mencantumkan nama penulisnya dan sumber http://baticnews.blogspot.com.

LIPUTAN

TAK LEKANG DITELAN ZAMAN
SAUNG ANGKLUNG UDJO TETAP BERTAHAN
Laporan Endah N.J

CUACA siang itu, Kamis, 17 Mei 2007, tak terlalu panas. Namun, sedikit mendung menyelimuti awan di langit. Saya berjalan melalui jalanan macet dan bau asap knalpot menuju Saung Angklung Udjo di kawasan Padasuka Bandung.

Saung ini merupakan tempat fenomenal yang banyak dikunjungi orang, dari dalam dan luar negeri. Di sinilah sentral pembuatan dan pengembangan alat musik khas suku sunda, yakni angklung.

Saung Angklung Udjo terletak di Jln. Padasuka No. 118 Bandung ini. Tempat ini memiliki sejarah yang cukup panjang hingga mencapai kemajuan dan popularitas seperti sekarang. Pendirinya, almarhum Mang Udjo, mungkin tak pernah membayangkan saungnya akan menjadi megah dan fenomenal.

Tahun 1966, Mang Udjo hanya berniat mengenalkan kesenian, terutama angklung, kepada keluarganya. Namun ternyata masyarakat sekitar pun banyak yang tertarik dengan angklung hingga akhirnya mereka belajar memainkannya. Terbentuklah suatu padepokan. Baru tahun 1967 rombongan turis Belanda yang dibawa sebuah travel datang melihat pertunjukkan angklung di sana. Pengunjung pun kian bertambah dan akhirnya pertunjukan dilakukan rutin setiap hari, pukul 15.30- 17.30 WIB .

Bersama istri dan 10 putra-putrinya, Mang Udjo terus mengembangan kegiatannya. Pembinaan dilakukan pada masyarakat sekitar agar mahir memainkan dan membuat angklung sendiri. Uniknya, Mang Udjo mengajarkan angklung, terutama kepada anak-anak, di sela-sela waktu bermainnya. Jadi anak-anak bermain sambil diarahkan belajar angklung.

Metode demikian terus dipertahankan sampai sekarang. Maka tak heran, jika ada bayi dibawah umur tiga tahun (Batita) yang sudah mahir bermain angklung. Misalnya, seorang anak bernama Rizki. Ia baru berumur dua tahun, namun sudah pandai memainkan angklung sambil berlenggak-lenggok di depan para penonton. Ada juga Asep, anak kelas 2 SMP yang baru tiga hari belajar angklung, namun sudah mahir memainkannya.

Ketika padepokan ini dikelola secara profesional tahun 1922, pengunjungnya kian membludak saja. Bahkan pada awal perkembangannya tahun 1998, pengunjung lokal yang datang hanya sekitar 6% dan sisanya para turis asing. Setelah dilakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah dan pameran-pameran, pengunjung lokal yang datang meningkat menjadi 60%.

Para turis asing yang datang umumnya ingin mengetahui tentang Indonesia. “I just wanna know about Indonesia (saya hanya ingin tahu tentang Indonesia, Pen.)” Kata Meenen, salah satu pengunjung dari Holland.

Para pengunjung memang perlu merogoh kocek lebih banyak untuk membeli tiket masuk seharga Rp 50.000. Namun jangan khawatir karena performance anak-anak bangsa ini tidak mengecewakan. Pengemasannya yang unik dan menarik membuat penonton terhanyut dan berdecak kagum.

Cetak Generasi Pelestari
Angklung yang merupakan alat musik tradisional suku sunda memang sudah dikenal masyarakat banyak. Namun, bagaimana cara memainkannya orang tidak banyak tahu.

Di Saung Angklung Udjo, kita diajari bagaimana bermain angklung dengan mudah dan asyik. Cara inilah yang digunakan Saung Angklung Udjo dalam mengenalkan dan melestarikan kebudayaan sunda kepada masyarakat, terutama anak-anak. Dengan begitu, masyarakat pun akan lebih menghargai kebudayaan daerah mereka.

Selain diajari main angklung, pengunjung yang datang bisa membuat angklung sendiri. Angklung yang mereka buat kemudian bisa mereka mainkan pada waktu pertunjukkan. Dari sini kita bisa lihat, Saung Mang Udjo betul-betul mencetak generasi yang dapat melestarikan budaya bangsa. Tidak hanya itu, nilai kebersamaan yang ditimbulkan ketika main angklung bersama turut menjadi poin penting dalam pertunjukkan ini.

Meskipun namanya saung angklung, namun pertunjukkan yang dilakukan tidak hanya memainkan angklung. Pada awal pertunjukan, kita disuguhi demonstrasi wayang golek selama beberapa menit yang memperagakan bagaimana wayang menari, berbicara, dan berkelahi.

Setelah itu, ada demonstrasi hiburan bagi anak laki-laki yang hendak dikhitan. Ini dimaksudkan untuk memberikan kegembiraan pada sang anak. Anak-anak menari dengan lagu-lagu Sunda lama, diiringi angklung tradisional beralaskan Salendro.

Selain disuguhi pertunjukkan tradisional Sunda, penonton juga bisa menikmati alunan rumpun bambu (Arumba) yang dimainkan dalam format band.

Tari topeng pun menjadi sajian menarik dalam pertunjukkan ini. Tarian ini merupakan cuplikan dari pola-pola tarian klasik Topeng Kandaga yang dibagi dua babak. Babak pertama menari tanpa topeng. Babak ini mengisahkan Layang Kumintir, pembawa berita untuk Ratu Kencana Ungu dari Majapahit yang sedang menyelidiki keadaan di Kerajaan Blambangan. Babak kedua menari pakai topeng. Babak ini menceritakan Layang Kumintir menyamar menjadi laki-laki gagah perkasa untuk melawan Raja Menak Djinggo dan Blambangan.

Setelah puas menonton pertunjukkan, penonton diajari main angklung bersama dengan membawakan lagu-lagu daerah seperti Bungo Jempa dan lagu-lagu populer masa kini seperti Nidji, Ungu, dan masih banyak lagi.

Pada akhir acara, penonton diajak bergembira dan menari bersama di teras pertunjukan sambil bermain oray-orayan dan paciwit-ciwit lutung. Sungguh permainan yang luar biasa! Pertunjukan yang tidak akan disesali siapa pun yang menontonnya.*

NOTE!
1. Great! What An Excellent Reporting! Naskah Anda sudah bagus, sudah jadi, hanya butuh sedikit editing redaksional.
2. Anda harus lebih jeli pada penggunaan kata, kalimat, dan tanda baca. Bandingkan naskah asli dengan yang sudah diedit.
3. Beberapa kesalahan fatal menyangkut penggunaan dan penulisan kata, misalnya:
- Saya berjalan melalui jalanan macet dan bau asap knalpot sepanjang perjalanan. Kalimat ini rancu.
- banyak dikunjungi semua orang. Kata “semua” tidak perlu, jadi rancu tuh dengan kata “banyak”. Baiknya: “banyak dikunjungi orang”.
- Saung ini merupakan tempat fenomenal yang banyak dikunjungi orang, baik dari pengunjung dalam negeri maupun pengunjung luar negeri. Singkat saja menjadi: “...banyak dikunjungi orang dari dalam dan luar negeri:”.
- tidak hanya memainkan angklung saja. Berlebihan, sebaiknya “tidak hanya memainkan angkulng” atau “tidak memainkan angklung saja”. Pilih satu, “hanya” atau saya, eh... “saja”.
- di suguhi. Penulisan “di” yang diikuti kata kerja disatukan: “disuguhi”. Kalo “di” diikuti kata tempat, baru dipisah: “di saung ini”.
4. Sekali lagi, great! Keep writing! (Romel).*

Naskah-naskah di blog ini milik Balai Jurnalistik ICMI Jabar (BATIC). Boleh dikutip untuk kepentingan pendidikan dan aktivitas nonkomersial dengan mencantumkan nama penulisnya dan sumber http://baticnews.blogspot.com.

Wednesday, June 6, 2007

KONSULTASI JURNALISTIK

Menggabungkan Berita Yang Bertentangan

Assalamualaikum.
Kang Romel, saya punya pertanyaan:
1. Apakah berita interpretasi boleh menggabungkan dua berita yang seolah-olah bertentangan. Misalnya, di satu sisi memuat berita tentang Indonesia sebagai juara perusak hutan. Di sisi lain, orang-orang yang concern terhadap kelestarian hutan. Kemudian kita membuat interpretasi dari kedua hal yang bertentangan tersebut?
2. Dalam kaitan dengan pertanyaan No.1, apakah sebaiknya berita tersebut dibuat menjadi feature?

3. Dalam pembuatan lead feature, bolehkah menggabungkan dua jenis lead? Misalnya lead kalimat pendek dengan question lead. Contohnya: "Angklung. Alat kesenian sunda ini tentu Anda kenal. Namun, apakah Anda tahu kalau angklung dapat dimainkan oleh anak berusia tiga tahun? Saung Angklung udjo membuat angklung dapat dimainkan siapa saja sekaligus melestarikan kebudayaan bangsa."

Hatur Nuhun.
Wassalam
Syarief Hidayat, Batic XV 04032

Wa’alaikum salam.
1. Boleh. Tapi sebenarnya bukan bertentangan, melainkan pengayaan data tentang sisi lain di balik juara perusak hutan. Justru bagus. Berita jadi berimbang antara hal negatif dan positif. Kesimpulannya bisa begini: para pelestari hutan masih belum mencapai tujuannya. Kekuatan perusak lebih besar daripada pelestari.
2. Bebas. Mau berita biasa, feature, atau artikel, tapi jika isinya dominan opini/interpretasi, sebaiknya jadi artikel opini.
3. Boleh, selama tidak rancu. Contoh yang Bapak kemukakan tidak rancu, bagus malah.
Wasalam.
Romeltea

Membiasakan Bekerja pada Sistem

Membiasakan Bekerja pada Sistem
Oleh Rendroko Bhuwono

KAMI
merenung terhadap keadaan lingkungan dan merasa ada hal yang tidak berjalan sesuai dengan sunatullah (sistem). Udara Lembang yang kian memanas; perseteruan politik yang tidak kunjung usai; orang tidak bersalah menjadi korban perseteruan orang besar; teknologi yang tercipta dari manusia tidak beriman cenderung lebih besar dibandingkan dari orang yang beriman; …? (paragraf ini menggantung, hasus diselesaikan).

Marilah menengok ke keluarga kita sebagai salah satu contoh sistem terdekat dengan diri kita. Aku merasa adanya berbagai permasalahan. Mulai dari menegur anak hingga memotivasi istri agar tercipta keluarga sakinah. Aku merasa isteriku adalah yang paling kupercaya dan kuharapkan, semoga tetap demikian sampai hayatku berakhir. Semoga Allah Swt mendengar pengharapanku.

Harapanku tidaklah berlebihan agar kami memiliki keturunan yang senantiasa saleh dan salehah, bukan hanya sampai sebatas anak, namun hingga dunia telah kiamat (kalimat ini membingungkan). Kalau Allah mengatakan “Jagalah …… dari api neraka”. Kami mengatakan itu adalah klu dari Allah dan memberikan kebebasan kepada seluruh umat manusia mengimplementasikan. Namun kita harus membuat suatu dinamika dalam keluarga agar adanya metafora yang lebih positif. (kalimat ini juga membingungkan).

Mengapa banyak yang menikmati penyimpangan-penyimpangan, bukankah kita sudah diperingatkan oleh Allah, dengan berbagai bencana? Sebetulnya tidak usah menunggu tsunami, banjir yang sering terjadi harus dijadikan suatu pelajaran bagi lingkungan kita adanya sistem drainase yang terabaikan. Harusnya yang melihat itu segera bertindak, minimal berkoordinasi dengan Ketua RT/RW, bila perlu dengan aparat desa/kelurahan sehingga genangan yang terjadi jangan menjadikan sebagai suatu bencana.

Bagaimana mungkin penyimpangan tidak berkelanjutan kalau senantiasa berdalih kurangnya penghasilan. Hal itu adalah kebodohan dari umat manusia, bila mengatakan penyimpangan karena suatu kelaparan apalagi kurangnya penghasilan. (kalimat ini membingungkan).

Marilah kita lihat riwayat Rasulullah. Sebagai penguasa saat itu, perut beliau senantiasa diganjal batu agar kelihatan gemuk. Hal itu harusnya di perbandingkan oleh setiap umat manusia, mengapa kami terlalu cengeng mengatakan kami akan kelaparan bila tidak menyimpang.

Aparat keamanan seharusnya memotivasi masyarakat di sekitarnya agar berperilaku sesuai fungsi dan perannya. Dengan memberi tauladan kepada lingkungannya, saya kira itu akan lebih baik dari pada dia mencari-cari kesalahan orang yang ujung-ujungnya Pungli. Pungutan liar itu merupakan ledakan kehancuran bangunan suatu sistem. Amatlah bersedihnya kami yang berusaha memberi tauladan sedangkan si dia itu meledakan dengan perilaku pungutan liar.

Yang paling menyedihkan saat ini adalah aparat keamanan yang berperilaku penjahat, ibarat pagar makan tanaman sendiri, kita tidak habis pikir dalam benak mereka itu apakah perbuatan itu untuk dalih kekurangan penghasilan sangat tidak dibenarkan seharusnya rekan/atasan yang dekat bisa mengarahkan sedini mungkin bahwa mereka itu adalah manusia yang beruntung bila dibandingkan pengemis yang meminta-minta. Atau memotivasi ke perbuatan yang positif dan menyenangkan.

Apalagi perbuatan itu dilakukan oleh orang yang memiliki pengaruh banyak orang, maka akan lebih baik bila memberi contoh yang positif. Sebagai contoh pemimpin negara Indonesia/Ulama Indonesia dari berbagai aliran mana pun agar menuntut Israel untuk lebih bertanggung jawab terhadap kejahatan kemanusiaan terhadap umat Islam. Jangan memberi peluang kepada orang Israel, karena semua hasil buah pikir orang Israel adalah menghancurkan segala bentuk legitimasi umat Islam (?). Sebagai contoh orang Israel itu akan senantiasa menjauhkan umat Islam dari ajarannya.

Bagaimana mungkin orang Palestina bisa menang, sedangkan mereka tidak memiliki siapa-siapa di belakangnya. Amatlah bersedihnya bila kita dengan serta merta membunuhnya pelan-pelan dengan mendukung pihak-pihak yang mendukung Israel. Kemenangan Israel atas Palestina bukan karena bantuan atau rahmat dari Allah Swt, namun itu semua karena Israel memiliki sistem yang lebih unggul dari umat Islam. Coba bayangkan bila sistem yang unggul mendapat rahmat dari Allah Swt.

Guratan pena ini hanyalah ajakan kami untuk lebih berkreatif dan bermotivasi dalam berimprovisasi alunan gelombang kehidupan ini.

NOTES!
  1. Jika dijadikan artikel untuk media massa umum, ubah gaya bertutur “kami”, “aku”, atau “saya” menjadi “kita”.
  2. Naskah ini tidak fokus pada masalah yang dibahas. Membingungkan pembaca, apa yang menjadi tema sentral (ide utama), apa yang dibahas sebenarnya.
  3. Mestinya fokus pada sistem: apa sistem yang dimaksud penulis, mengapa harus patuh pada sistem itu, dan apa kepentingannya.
  4. System = bahasa Inggris. Indonesia = Sistem.
  5. Jangan ada koma sebelum “dan”, kecuali urutan lebih dari dua hal, mis. Saya punya buku, pena, dan meja.
  6. Coba buat outline dulu, biar ide dan bahasan tidak acak-acakan. Outlining dalam “teori menulis” disebut “bringing out of order”, merapikan gagasan dan pengungkapannya sehingga sistematis.
  7. Tema sangat menarik, sayang belum fokus dalam pembahasannya.
  8. Keep writing! (Romel).*

Wednesday, May 30, 2007

Kolom Kesehatan

Toksin Sumber Penyakit

MAKANAN adalah sumber energi. Namun tidak semua makanan atau minuman berubah menjadi tenaga atau daging, melainkan ada yang tersisa berupa ampas atau kotoran.

Menurut penelitian sebagian ahli nutrisi, sekitar 70% penyebab orang sakit bersumber dari makanan dan minumannya. Kotoran yang kita buang setiap hari tidak 100% keluar, tapi ada yang tersisa dan menempel didinding usus. Jika sisa kotoran yang menempel didinding usus tadi hanya selama satu- dua hari, tidak berdampak terhadap kesehatan. Namun, jika menempelnya selama 10, 15, atu 20 tahun lebih, maka dia akan berubah menjadi racun yang menyebar keseluruh organ tubuh yang lain. Racun atau toksin ini merupakan sumber berbagai macam penyakit.

Bagaimana kita membuktikan sisa kotoran yang menempel di dinding usus setelah membusuk dan berubah menjadi racun lalu menyebar keseluruh organ tubuh yang lain?

Misalnya, kita tidak pernah menggosok gigi selama satu tahun, kira-kira apa yang akan terjadi? Gigi yang keras itu bisa hancur. Sisa-sisa makanan yang membusuk dan berubah menjadi bakteri akan merusak gigi.

Contoh lain, ketika seseorang sakit gigi, pergi ke dokter dan diberi ponstan atau obat gigi yang lain, lalu obat itu diminum. Beberapa jam kemudian rasa sakitnya hilang, padahal obat gigi tadi masuk ke dalam perut. Ini membuktikan, ada hubungan antara gigi dengan usus.

Sepanjang diding usus kita terdapat simpul-simpul syaraf yang berhubungan ke seluruh organ tubuh yang lain. Jika toksin yang ada didinding usus ini mengalir ke jantung, paru-paru, kulit, otak, dan organ tubuh yang lain, akan mengganggu kualitas kesehatannya. Penyakit kanker juga sumbernya dari dalam usus. (Kisnanto).*

NOTES!
1. Kekurangan utama naskah Anda adalah “logika bahasa”, masalah titik-koma, dan struktur kalimat. Contoh: “sekitar 70% penyebab seseorang itu sakit disebabkan oleh apa yang dimakan dan minum”. Bandingkan: “sekitar 70% penyebab seseorang itu sakit adalah apa yang ia makan dan minum”, atau “sekitar 70% penyebab seseorang terkena penyakit kit disebabkan oleh apa yang dimakan dan minum..
2. Jangan gunakan kata “dan” di awal kalimat. Pasalnya, “dan” adalah kata sambung.
3. Judul naskah di atas apa? Cuma ada keterangan “kolom kesehatan”. Judul di atas saya yang buat, mudah-mudahan pas.
4. Jangan ada “tanda baca ganda”, misalnya tanda tanya dibarengi titik atau koma. Dalam naskah di atas sudah saya hilangkan.
5. Gunakan kalimat efektif dan ekonomis (hemat). Contoh, “semua apa yang kita makan dan minum”, bisa diubah menjadi “semua yang kita makan…”, “Apa” bisa dihilangkan. “Sumber dari berbagai macam…” diubah menjadi “Sumber berbagai …”.
6. Maaf sekali, sekitar 30% naskah Anda saya edit/cut.
7. Jangan lupa, sebutkan sumber tulisan.
8. Keep writing! (Romel).*

Saturday, May 26, 2007

Kontroversi Pornografi dan Pornoaksi

Oleh Syarief Hidayat

APA yang menjadi topik pembicaraan hangat akhir-akhir ini? Jawabannya bisa macam-macam. Salah satunya adalah Rancangan Undang Undang Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Pro-kontra terus mewarnai pembahasan RUU ini di DPR.

Rubrik Parodi harian Kompas edisi Minggu, 5 Februari 2005, mengutip tulisan Jim Supangkat di Majalah Tempo. Dikatakan, sudah bisa dikategorikan sebagai pornoaksi bila memperlihatkan bagian tubuh yang bisa merangsang atau timbulnya birahi. Hal ini akan menjadi sulit karena persepsi orang tentang sex atau sexy itu berbeda-beda. Bila ada perempuan di mal memakai baju ketat sampai kelihatan pusarnya, ditambah celana dengan pinggang rendah, orang akan melihatnya sebagai sesuatu yang wajar, karera toh sekarang trend-nya seperti itu. Tapi mungkin orang lain melihatnya dengan melotot, sambil deg-degan dan napas memburu.

Seorang teman pernah bercerita, sewaktu liburan Pantai Kuta, Bali, ia melihat turis-turis asing yang berpakaian minim, bahkan kadang-kadang topless, dengan perasaan biasa-biasa saja. Tetapi anehnya, waktu melintas seorang perempuan berpakaian pantai yang cukup tertutup, tetapi dengan belahan paha yang cukup tinggi, dia merasakan "sensasi seksual".

Di bidang olahraga, banyak atlet yang harus buka baju, seperti renang. Apakah atlet renang akan bisa berprestasi bila harus menggunakan baju yang menutup tubuhnya dan tidak kelihatan lekuk tubuhnya seperti daster? Itu pun akan tetap jadi masalah karena bila masuk ke air maka lekuk tubuh tetap saja akan "tercetak". Bagaimana pula dengan atlet voli pantai, apa harus menggunakan daster juga? Yang paling ekstrem tentu saja binaraga, apa harus pakai baju kaus, taruhlah seperti atlet sepak bola? Sepertinya mengada-ada. Tapi ini juga harus dipikirkan, jangan sampai jadi pengecualian karena akan muncul juga pengecualian yang lain, seperti peragaan busana, pesta dansa, wilayah pantai, sebagai seni, sampai sunatan masal.

Sepertinya, isu pornografi dan pornoaksi ini mengarah kepada wanita sebagai objek. Bagaimana dengan laki-laki? Kaum hawa pun memiliki rangsangan seksual seperti halnya laki-laki. Jika umumnya laki-laki memandang bagian tubuh tertentu sebagai daya tarik seks, kaum wanita jauh lebih kompleks. Seorang teman pernah dikejar-kejar perempuan yang menganggap perut buncitnya seksi. Seandainya RUU APP disahkan, teman saya itu harus ikut program sedot lemak, seperti Titi DJ, kalau tidak mau dianggap porno.

Yang juga menjadi pertanyaan, siapa yang berhak menangkap pelanggaran UU APP. Polisi? Sekarang saja masih banyak kasus yang belum terpecahkan. Satpol PP? Bisa-bisa timbul keributan lagi seperti kasus penggusuran. Apa anggota dewan saja? Belum lagi mental aparat kita yang mudah kena suap.

Sisi positif dari RUU APP tentu ada, milsanya menghindari pelecehan seksual, tetapi esensi permasalahannya belum mengena. Jika tujuannya adalah sikap moral sebagai orang timur, kenapa sekarang banyak ATM Kondom? Gaya hidup, terutama di kota-kota besar, pun sudah berubah. Kita bisa melihatnya di berbagai media bagaimana “kehidupan malam” berlangsung di kota-kota besar di Indonesia. Belum lama ini, kita dihebohkan dengan berita dari sebuah SMU di Cianjur. Sejumlah muridnya beradegan syur waktu jam istirahat. Ini menambah daftar panjang "film biru lokal" karya anak bangsa. Apakah RUU APP cukup untuk membenahi kondisi moral bangsa?

Di TV akhir-akhir ini kita melihat operasi penangkapan penjual koran, majalah, dan VCD porno. Mungkin ini didukung dengan adanya pembahasan RUU Pornografi dan Pornoaksi. Tetapi yang mengherankan, yang ditangkap adalah penjual yang berpenghasilan relatif kecil sekedar untuk menghidupi keluarga. Kenapa tidak pembuat VCD porno atau kenapa koran yang dianggap memuat pornografi tersebut ditutup atau setidaknya dipanggil ke DPR?

Bicara soal moral bangsa, tentunya akan bicara pula soal pemimpin dan pemerintahan negara, termasuk di dalamnya anggota dewan yang terhormat itu. Masalah good governance sampai sekarang masih dalam taraf wacana, belum ada perubahan yang signifikan. Sebelum muncul RUU APP ini, masalah yang hangat dibahas adalah impor beras. Rencana untuk menggunakan hak interpelasi akhirnya kandas oleh voting. Harga beras sampai saat ini pun masih tinggi, padahal sudah masuk musim panen ditambah dengan masuknya beras impor. Harusnya tujuan untuk menekan harga beras berhasil dicapai.

Masalah yang satu belum beres sudah bikin masalah baru. Masih segar dalam ingatan kita, tentang studi banding judi ke luar negeri yang sampai sekarang belum kelihatan hasilnya. Isu percaloan sepertinya menguap begitu saja. Bahkan, rakyat sepertinya harus siap-siap lebih mengencangkan ikat pinggangnya. Setelah kenaikan BBM dan akhirnya gas, sekarang tarif dasar listrik pun akan ikut naik. Masyarakat tentu tahu masalah yang dihadapi pemerintah, tapi tentunya berharap kebijakan dibuat sebijaksana mungkin dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin terjadi. Hal itu juga disertai dengan sikap pejabat yang rendah hati. Rakyat hanya ingin kebijakan yang pro rakyat. Memang sampai saat ini belum pernah ada survey yang mengukur tingkat kepuasan publik atas kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Seyogianya pemerintah mulai memikirkan untuk melakukan survei semacam ini sebagai salah satu alat evaluasi.

Sejalan dengan niat baik Presiden RI mengenai penghematan sumber daya negara, apakah tidak masuk akal dibuatkan undang-undang efesiensi penggunaan sumber daya negara, termasuk penggunaan dana negara. Berapa banyak uang negara yang digunakan untuk studi banding judi? Apa tidak ada jalan lain yang lebih efesien ? Misalnya memanfaatkan internet.

Belum lagi kendaraan dinas seperti kendaraan dinas KPU yang masalahnya belum beres sampai sekarang. Apa tidak lebih baik kendaraan dinas untuk pejabat, seperti menteri, anggota dewan, dan KPU itu jenis minibus sehingga bisa untuk delapan orang sekaligus. Dengan demikian, bisa mengurangi kemacetan, biaya BBM, dan sepanjang perjalanan menuju kantor bisa berdiskusi masalah yang sedang dihadapi, sekaligus meningkatkan rasa persaudaraan.

Masih sering dirasakan oleh rakyat kebijakan atau undang-undang yang dibuat bertentangan dengan keinginan rakyat banyak. Apakah RUU ini mewakili aspirasi rakyat banyak atau aspirasi pihak tertentu saja. Kita lihat saja perkembangan di dewan kita juga tidak bisa serta-merta menyalahkan mereka karena mereka adalah pilihan kita juga. Seraya berharap mudah-mudahan anggota dewan itu merasa kalau mereka itu wakil rakyat, seperti kata Iwan Fals, “Wakil rakyat seharusnya merakyat…” (Penulis, Anggota BATIC XV).*

NOTES!
1. Naskah di atas diedit "alakadarnya", silakan bandingkan dengan naskah asli. Ada beberapa kalimat dan paragfar yang saya hapus karena kurang relevan dan redaksional yang "kacau".
2. Tulisan tidak fokus, bahkan jadi melebar, mungkin bisa dibilang "melantur" ke mana-mana. Mestinya fokus saja membahasa RUU APP dan kemukakan pendapat pribadi penulis.
3. Anyway, good job and keep training! (Romel).*